Celotehanku 2


PROBLEMATIKA MASYARAKAT INDONESIA MINIM MEMBACA PANDAI BERSUARA DI SOSIAL MEDIA

A.    Pendahuluan
Indonesia dengan beragam suku, ras dan bangsa. Dengan beragamnya penduduk di Indonesia muncul juga berbagai permasalahan yang tidak ada habisnya. Jumlah penduduk yang semakin meningkat dan majunya teknologi informasi. Malah seakan menambahkan masalah yang sudah ada. Masyarakat terus mempermudah segala sesuatu dengan instan, yang terpenting bukan proses tetapi hasil yang didapatkan. Namun terkadang hasil yang didapatkan tidak mencerminkan budaya bangsa yang paham tentang kebenaran.
Menilik dari bangsa sendiri, budaya membaca sangat rendah dan belum mendarah daging di kalangan masyarakat Indonesia. Masyarakat lebih mudah menerima informasi dari tradisi lisan daripada membaca . Masyarakat cenderung mengesampingkan buku dan beralih pada televisi dan media sosial. Budaya membaca hanya sebatas angin lalu, padahal ketika membaca menjadi kebiasaan masyarakat lebih bisa menyaring berbagai informasi.  Dan didapatkannya kebenaran atas apa yang mereka ucapkan. Kemudian yang terjadi adalah apa yang dikatakan tidak sesuai dengan kebenarannya. Bisa dikatakan cuma modal omong saja. Sangat miris dengan kondisi bangsa sekarang. Kemajuan teknologi malah menyingkirkan budaya membaca. Memang benar membaca bisa melalui media apapun termasuk media sosial. Namun dalam konteks ini membaca adalah aktivitas atau kegiatan melalui buku dan kemudian dapat menjelaskan maksud isi buku.
Masyarakat tidak gemar membaca, aktif menggunakan smartphone dan sibuk mengomentari berbagai hal di sosial media. Akibatnya Indonesia sangat mudah menjadi sasaran provokasi, penyebaran berita hoax, dan fitnah. Karena orang hanya sekadar berkomentar tanpa meyelidiki dari mana sumber beritanya dan tidak mencari benang merah yang menjadi akar permasalahan sebenarnya. Banyak orang hanya menelan mentah mentah berbagai informasi yang beredar, dengan kecepatan like, share dan comment yang tidak dapat dibendung. Kecepatan penyebaran informasi yang tidak sebanding dengan kecepatan otak mengolah informasi.  Kemudian dengan kemajuan teknologi smartphone akan kah masyarakat secara tidak langsung terus memperlemah kendali otaknya?
Ditambah lagi data Kemenkominfo yang menyebutkan bahwa ada sekitar 800.000 situs di Indonesia yang telah terindikasi sebagai penyebar informasi palsu. Apakah memang benar rendahnya minat membaca di Indonesia mempengaruhi terhadap cerewetnya masyarakat Indonesia dalam bersosial media? Meski kita ketahui orang zaman dulu enggan berbicara ketika mereka tidak mengetahui kebenarannya. Karena mereka takut apa yang dikatakan tidak sesuai dengan kenyataannya. Tetapi mengapa semakin majunya perkembangan zaman seakan masyarakat mulai memburuk kualitas pemikirannya. Mulai dari yang berkata sesuai kebenarannya menjadi yang penting berbicara atau berkomentar saja.
B.     Pembahasan
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media bahasa tulis (Tarigan, 1984:7). Pengertian lain dari membaca adalah suatu proses kegiatan mencocokkan huruf atau melafalkan lambang-lambang bahasa tulis.
Membaca adalah suatu kegiatan atau cara dalam mengupayakan pembinaan daya nalar (Tampubolon, 1987:6). Dengan membaca, seseorang secara tidak langsung sudah mengumpulkan kata demi kata dalam mengaitkan maksud dan arah bacaannya yang pada akhirnya pembaca dapat menyimpulkan suatu hal dengan nalar yang dimilikinya.
Berdasarkan pengertian membaca di atas dapat disimpulkan, manfaat membaca yaitu proses memahami teks baik teks di buku maupun di sosial media dengan nalar secara kritis. Dengan memahami bacaan akan didapatkan kesimpulan yang kemudian dapat di pakai sebagai acuan menanggapi berbagai persoalan.
Berdasarkan sumber yang diadapatkan budaya membaca sangat rendah di kalangan masyarakat Indonesia. Di buktikan dengan data-data dan output yang dihasilkan. Output yang berupa problematika cerewet di media sosial.
Menurut UNESCO Indonesia berada peringkat kedua dari bawah mengenai kegiatan membaca. Sangat rendah sekali memang. Menurut data UNESCO minat membaca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan yakni hanya 0,001 persen dapat disimpulakan hanya 1 diantara 1000 orang yang gemar membaca. Bayangkan Indonesia dengan jumlah penduduk rata rata 250 juta hanya 250 ribu  orang saja yang gemar membaca. Diasumsikan dengan kebiasaan membaca satu jam lebih selama satu hari.
Pada Maret 2016, Central Connecticut State Univesity melakukan riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked menyatakan Indonesia berada pada peringkat ke-60 dari 61 negara mengenai minat membaca. Indonesia  berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Dilihat dari segi infrastuktur yang mendukung kegiatan membaca, Indonesia berada di atas negara-negara Eropa. Sangat berbanding terbalik dengan keadaan yang disuguhkan, ternyata upaya peningkatan kualitas membaca tidak dibarengi dengan peningkatan minat membaca masyarakat Indonesia.
Menurut data pada tahun 2019 jumlah penduduk Indonesia mencapai 268,2 juta jiwa, dan pengguna smartphone mencapai 355,5 juta. Dapat disimpulkan jumlah ponsel pintar dan tablet lebih banyak dari jumlah penduduk di Indonesia. Bisa jadi satu orang memiliki 2 atau lebih ponsel apalagi budaya masyarakat yang konsumtif dan keperluan gengsi sebagai wujud sosial yang lebih tinggi.
We are social mengungkapkan dalam datanya  ada 150 juta pengguna internet aktif, yang berarti  56% dari total jumlah penduduk Indonesia aktif menggunakan internet. Dan juga penggunaan media sosial rata rata 50%  dari jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk dari 2018 ke 2019 sebesar 1%,tetapi pertumbuhan internet mencapai 13%, media sosial 15% dan mobile media sosial 8,3%. Yang artinya pertumbuhan pengguna internet dan media sosial lebih besar dibandingkan pertumbuhan penduduk.
Berdasarkan data di atas sangat kita ketahui bahwa minat membaca orang Indonesia sangat rendah. Namun ironisnya menurut data we are social per Januari 2017 mengungkap orang Indonesia dapat menatap layar smartphone kurang lebih satu per tiga dalam 24 jam. Dapat diiketahui juga aktivitas penggunaan media sosial yang tiada hentinya dengan berbagai cuitan dan kolom komentar. Tidak heran dalam hal kecerewetan di media sosial orang Indonesia berada di urutan ke 5 dunia. Jakarta menjadi  kota paling cerewet di dunia maya karena aktivitas kicauan dari akun Twitter melebihi Tokyo dan New York. Laporan ini berdasarkan hasil riset Semiocast, sebuah lembaga independen di Paris. Dapat dikatakan juga orang Indonesia hanya sibuk dengan ponselnya katimbang meluangkan waktu untuk membaca buku.
Indonesia memasuki era post truth. Benda kecil yang biasa kita sebut ponsel menjadi media untuk menyebar informasi. Kemudahan yang ditawarkan oleh berbagai jenis ponsel sangat mendukung kecepatan akses informasi dan menyebar luaskannya. Terkadang informasi yang didapatkan tidak berasal dari media yang bisa dipercaya, melainkan dari media sosial yang lebih banyak dipenuhi oleh opini, bukan fakta. Masyarakat lebih percaya dengan portal-portal fake news dan akun-akun penyebar hoax. Diperlukan langkah yang selektif dalam menyaring infromasi yang beredar di masyarakat. Masyarakat seharusnya paham mana berita yang berasal dari portal valid dan tidak.
Reuters Institute menyebutkan, jurang terbesar yang terjadi di kalangan masyarakat saat ini adalah tentang kepercayaan masyarakat terhadap berbagai media fake news dibandingkan media yang valid.
Alexa.com menyebutkan bahwa beberapa media fake news mengalahkan media yang terbukti kebenaranya atau mainstream seperti Antaranews dan Tempo.co. Dalam hal ini disebut Era Post-Truth. Post-Truth diartikan sebagai ‘berkaitan dengan atau merujuk kepada keadaan di mana fakta-fakta obyektif kurang berpengaruh dalam pembentukan opini publik dibandingkan emosi dan keyakinan pribadi’. Di era Post-Truth, masyarakat berlomba mempertahankan argumennya yang mereka katakan selalu mengafirmasi, mengonfirmasi, mendukung atas keyakinan yang dimilikinya. Kebenaran menjadi hal yang tidak penting dan tidak perlu dicari.
Kredibilitas nama media tidak menjadi penting oleh masyarakat kita yang malas baca dan cerewet. Berita yang menuju ketenaran lebih di puja puja oleh masyarakat. Akibatnya masyarakat hanya menyoroti hal hal yang tidak penting dari pada melihat bagaimana kondisi sebenarnya bangsa ini. Menjadi peka akan permasalahan di Indonesia jauh lebih penting daripada sibuk cerewet di sosial media yang tidak memberikan manfaat apa apa.
Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi cerewetnya masyarakat Indonesia dalam bersosial media. Yakni membangun literasi media dan menghubungkan polarisasi itu. Disini peran Kominfo menjadi penting, kominfo harus tegas untuk membuat pelabelan situs/artikel sebagai hoax dengan kriteria dan prosedur yang jelas. Selain itu perlu dilakukannya  kontra narasi yang kredibel terhadap hoax/opini yang menyesatkan. Saat yang tepat menggunakan kecerewetan masyarakan dalam berargumen kontra di dalam berita bohong.
Keadaan dimana masyarakat sering  mengkritik pemerintah sebagai haters perlu diubah. Masyarakat butuh lembaga yang independen untuk kroscek kebenaran, melaporkan atau bertanya tentang kemungkinan informasi hoax.
Sebagai contoh #KROSCEK merupakan proyek kolaborasi antara PR Indonesia dan Jurnalis Indonesia yang didukung oleh Kemkominfo RI. Dengan adanya #KROSCEK diharapkan dapat berpihak dan membela kebenaran. Kemudian dapat dipercaya. Kita harus menginformasikan berita atau kejadian yang sesungguhnya. Yang terakhir  cerdas dan berwawasan luas. Melalui #KROSCEK, masyarakat dapat menyampaikan laporan dan atau pertanyaan mengenai peluang hoax dari situs berita dan sosial media. Dalam portal ini terdapat kajian-kajian ilmiah dari dunia akademik, praktisi PR dan organisasi masyarakat untuk menjaga independensi dan kepercayaan. Memberikan kemudahan untuk wartawan media nasional dan lokal untuk bergabung sebagai relawan untuk melakukan kroscek dengan berbagi sumber daya, pengalaman, dan narasumber.
Berdasarkan laporan informasi yang sudah dikonfirmasi di #KROSCEK oleh para stakeholdernya akhirnya dapat dipakai jurnalis sebagai sumber berita terpercaya di media masing masing. Sehingga  wartawan tidak lagi menggunakan “Lambe Turah” sebagai narasumber pemberitaannya.
C.     Penutup
Perkembangan teknologi yang semakin pesat harus disertai peningkatan moral dan penggunaan akal yang berbanding lurus, bukan malah sebaliknya. Dengan menggunakan akal secara kritis sudah merupakan bentuk kontribusi masyarakat dalam mencegah penyebaran berita hoax dan tetap mencaga bangsa agar tidak terjadi perpecahan.
Meningkatkan kualitas dan minat dalam membaca membuat masyarakat dapat memahami maksud dari informasi yang didapatkan. Dengan begitu masyarakat Indonesia tidak terpancing berkomentar seenaknya sendiri di media sosial. Ketika orang paham maksud yang disampaikan maka ia tidak akan banyak bicara atau cerewet.
Adapun langkah dalam mengurangi kecerewetan di media sosial dan meningkatkan pemahaman msyarakat tentang berbagai informasi yang tersebar luas yakni dengan memperbaiki literasi dan memberikan pembelajaran bagaimana menggunakan media secara bijak . Kecerewetan masyarakat memang tidak bisa dihilangkan begitu saja tetapi dapat dikurangi dan ditambah kualitas pemikiran yang dihasilkan.
Dengan begitu bijaklah dalam bersosial media, gunakanlah kecakapan berbicara sebutuh dan sewajarnya. Hadapi dunia yang lebih nyata di depan mata. Karna kita ketahui ada banyak masalah di Indonesia yang harus diselesaikan bukan malah ditambahi. Masyarakat harus lebih bijak dalam memanfaatkan peluang yang ada.

Daftar Pustaka
Riadi. Muchlisin. 2014. Pengertian dan Hakikat Membaca. Diakses tanggal 15 Desember 2019, dari: https://www.kajianpustaka.com/2014/01/pengertian-dan-hakikat-membaca.html
Purwadi. Didi. Ada 800.000 Situs Penyebar Hoax di Indonesia. Diakses tanggal 10 Desember 2019, dari: http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/12/12/p0uuby257-ada-800000-situs-penyebar-hoax-di-indonesia
Rahmayani. Indah. 2015. Indonesia Raksasa Teknologi Digital Asia. Diakses tanggal 10 Desember 2019, dari: https://kominfo.go.id/content/detail/6095/indonesia-raksasa-teknologi-digital-asia/0/sorotan_media
Lipsus internet. 2019. Indonesia Digital 2019 : Tinjauan Umum. Diakses tanggal 10 Desember 2019, dari: https://websindo.com/indonesia-digital-2019-tinjauan-umum/
Devega. Evita. 2017. TEKNOLOGI Masyarakat Indonesia: Malas Baca Tapi Cerewet di Medsos. Diakses tanggal 10 Desember 2019, dari: https:/Kementerian%20Komunikasi%20dan%20Informatika.html
LEI-02. 2017. Masyarakat Indonesia: Malas Baca Tapi Cerewet di Medsos. Diakses tanggal 10 Desember 2019, dari: https://legaleraindonesia.com/masyarakat-indonesia-malas-baca-tapi-cerewet-di-medsos/


Komentar

Postingan Populer