Beropini “Perempuan ga usah sekolah tinggi-tinggi?”


 “Perempuan ga usah sekolah tinggi-tinggi?”

Stereotip tentang gender mengenai perempuan merupakan pembahasan yang cukup menarik. Ada banyak hal yang sering dilekatkan kepada seorang perempuan. Seperti “perempuan itu lemah”. Padahal perempuan setiap bulan kram karena haid, perempuan yang mengandung bayi selama 9 bulan dan melahirkan. Apa itu masih dianggap lemah? Apalagi ada yang bilang “perempuan itu harus pinter dandan, tapi jangan menor”. Urusan perempuan bukan sekedar dandan, lagipula setiap perempuan adalah cantik dengan caranya masing-masing. Baik berkulit sawo matang, mau putih yang penting bersih dan sehat. Jadi kalau ada laki-laki yang bilang “perempuan harus pinter dandan” yaudah nikah aja sama ondel-ondel. Dan saya pun termasuk perempuan yang tidak pintar dandan. Dan menurut saya dandan bukanlah suatu kebutuhan yang mendesak. Adalagi katanya “kalau udah nikah perempuan harus bisa masak”. Lah ini mau bikin rumah tangga atau rumah makan ya. Menurut saya bisa masak itu bukan suatu kewajiban.Tapi alangkah lebih baiknya bisa masak karena kita sendiri juga butuh makan, masak sendiri akan lebih terjamin kebersihan dan kualitas makanan yang kita makan. Apabila mensyaratkan seorang perempuan untuk bisa masak sebelum menikah juga bukan hal yang tepat, apakah tugas seorang perempuan hanya sekedar masak saja? toh seiring berjalannya waktu perempuan akan bisa memasak juga mungkin sekedar untuk menyenangkan suaminya. Ada juga yang bilang kalau “perempuan itu nggak perlu sekolah tinggi-tinggi nanti ga laku laku, ga ada laki laki yang mau”. Menurut saya, laki-laki yang baik itu seharusnya menghargai perempuan yang berpendidikan tinggi entah nanti ingin berkarir atau jadi ibu rumah tangga semua perempuan boleh berpendidikan tinggi. Nanti kalau udah punya anak dari ibu yang hebat maka lahirlah generasi yang hebat. Karena peran perempuan adalah mendidik anak-anaknya dengan dukungan suami juga.


Begitu banyak stereotip yang melekat pada perempuan. Saya akan membahas lebih detail mengenai stereotip terutama di masyarakat desa seperti bahwa ”perempuan ga usah sekolah tinggi-tinggi”, “untuk apa seorang perempuan memiliki pendidikan yang tinggi, kalau ujung-ujungnya juga akan bergelut di dapur, kasur dan sumur” atau “tak perlu sekolah tinggi-tinggi, nanti laki-laki pada takut melamar dan ujung-ujungnya menjadi perawan tua dan tidak menikah-menikah”. Bahkan seorang laki laki dinasehati “kalau mau menikah, pilihlah perempuan yang pendidikannya lebih rendah, kalau pendidikannya di atasmu dia akan menguasaimu, mendominasi, ingin menang sendiri dan susah diatur”. Ungkapan ini menyindir perempuan kalau berpendidikan tinggi, perempuan berpotensi membangkang, mendominasi bahkan menguasai dan susah diatur suami. 


Mungkin stereotip tersebut sudah berkurang. Banyak orang tua yang makin sadar mengenai pentingnya pendidikan untuk perempuan. Terutama orang tua saya. Saya merasa beruntung, saya masih berkesempatan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi dibandingkan teman-teman seumuran saya yang bahkan setelah lulus SMP langsung menikah. Budaya patriarki yang masih kuat di lingkungan masyarakat lebih mengutamakan laki-laki untuk berpendidikan lebih tinggi daripada perempuan. Perempuan diarahkan untuk melakukan peran-peran domestik dari pada peran publik. Pemberian label “sumur, dapur dan kasur” pada diri perempuan mengakibatkan diskriminasi perempuan di dunia pendidikan, seperti ungkapan tadi “untuk apa perempuan harus sekolah tinggi-tinggi, toh ujung-ujungnya akan berkutat di “sumur, kasur dan dapur”. Akibatnya perempuan tidak bisa meningkatkan kapasitas dan kapabilitas serta potensi diri yang dimilikinya secara optimal. Perempuan yang ingin berkarir di sektor publik diibaratkan kalah sebelum bertanding, karena laki laki memiliki pendidikan yang lebih baik.


Menurut saya perempuan tidak boleh miskin ilmu. Perempuan harus diberikan akses seluas-luasnya untuk mengembangkan dirinya secara optimal melalui pendidikan. Dengan wawasan yang luas perempuan akan memiliki growth mindset untuk semangat belajar dan siap berkompetisi di dunia kerja. Tentunya akan banyak kontribusi dari perempuan untuk bangsa. Dalam ajaran agama Islam, perempuan juga tidak dibatasi dalam memperoleh pendidikan. Pendidikan bagi seorang perempuan sangat penting. Pendidikan dalam Islam bukan berarti menyetarakan kedudukan perempuan dengan laki laki tetapi untuk mengajarkan fitrah perempuan dan laki laki. Terlebih apabila seorang perempuan telah memiliki peran sebagai istri dan ibu, maka hendaklah perempuan paham akan prioritas dan tanggung jawabnya. 


Mari melihat sedikit data terkait kesenjangan pendidikan laki laki dan perempuan.

93,99% Perempuan usia 15 tahun ke atas yang melek huruf. Angka melek huruf perempuan masih lebih rendah dibandingkan laki-laki.

32,53% Perempuan usia 15 tahun ke atas berpendidikan tertinggi minimal SMA Pada tingkat pendidikan SMA ke atas, perempuan masih tertinggal dibandingkan laki-laki

51,88% TPAK Perempuan Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. 

43,43% Perempuan usia 15 tahun keatas yang bekerja hanya lulusan SD ke bawah. Mayoritas perempuan usia 15 tahun ke atas yang bekerja maksimal hanya lulusan SD ke bawah.

Untuk informasi lebih lengkap bisa lihat https://www.bphn.go.id/data/


Berdasarkan data di atas sangat jelas bahwa pendidikan perempuan masih dibawah laki laki. Padahal antara perempuan dan laki laki memiliki hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan. Pemikiran masyarakat yang masih memandang pendidikan bagi perempuan tidak penting harus benar benar hilang. Karena perempuan berperan dalam mencetak generasi terbaik untuk peradaban. Peran utama seorang perempuan adalah menjadi wanita shalihah, istri yang taat, dan ibu peradaban. Karena peran inilah seharusnya seorang perempuan lebih dekat dengan ilmu. Seorang perempuan yang telah menjadi Ibu akan menjadi teladan terbaik untuk anak anaknya. Seorang Ibu yang mendidik harus memiliki bekal yang tidak ala kadarnya karena Ibu yang akan mendidik generasi terbaik. Perempuan harus berpendidikan, bagi saya pendidikan bukan serta merta harus sekolah hingga S3, karena ilmu itu ada dimana saja. Mendidik bukan perkara sederhana maka perlu perempuan yang berilmu untuk membesarkannya. “If you educate a man, you educate an individual. But if you educate a woman, you educate a nation…”

Kemudian apakah saya percaya dengan stereotip itu bahwa “perempuan ga usah sekolah tinggi tinggi kalo ujung ujung nya berkutat pada sumur,dapur kasur”, “perempuan berpendidikan tinggi susah mendapatkan jodoh”, saya dengan tegas tidak percaya dengan hal tersebut. Seperti yang sudah saya jelaskan diatas betapa pentingnya pendidikan bagi perempuan. Dan perkara jodoh selagi kita mau berikhtiar atau berusaha maka pasti dipertemukan. Karena pernikahan itu bukan siapa cepat tapi waktu yang tepat. Dan bagi saya tepat itu ketika Allah telah mempertemukan saya dengan jodoh saya entah setelah saya selesai S1 atau setelah S2 karena jodoh adalah misteri. Ada banyak tokoh perempuan yang sukses berkarir, berpendidikan tinggi, menjadi ibu terbaik untuk anaknya, seperti Mbak Dewi Nur Aisyah, Mba Karina Hakman dan segelintir wanita hebat lainnya. Seperti istri Rasululah yaitu Aisyah, ia pandai dalam ilmu tafsir, ilmu hadist dan berbagai ilmu lainnya. Begitu lancar dan fasih lidah Aisyah. Kalau ia berbicara, kalimatnya mempesona pendengarnya, dan bila menyusun kata-kata dapat menyentuh kalbu mereka. Aisyah memang pandai berkata-kata, pandai mengungkapkan rasa dan menyampaikan hikmah. Al-Ahnaf bin Qais membuat penilian tentang pribadi Aisyah: “Saya pernah mendengar khotbah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan khalifah-khalifah yang lain hingga saat ini; tetapi saya tak pernah mendengar dari lidah makhluk Allah yang lebih fasih dan lancar daripada Aisyah. Juga Musa bin Thalhah berkata tentang Aisyah: “Saya tidak pernah mendengar suatu hujah yang lebih fasih dari kefasihan Aisyah.” Tak ketinggalan Muawiyah menyanjung istri Nabi tersebut dengan kata-katanya: “Demi Allah, tidak pernah mendengar khutbah seorang khatib yang melebihi kefasihan Aisyah.” lebih lanjut bisa baca di https://republika.co.id/berita/oy4ipe396/aisyah-dan-ilmu 




Komentar

Postingan Populer