Beyond The Inspiration

 Beyond The Inspiration

Ustadz Felix Siauw


Life Is Choice

Hidup adalah pilihan, maka segala sesuatu yang telah terjadi, yang sedang terjadi, dan yang akan terjadi adalah hasil daripada pilihan kita. Hidup ini hanya sebentar, hanya sekali. Maka hiduplah seperti apa yang kita pilih.


Benar bahwa hidup adalah pilihan. Kitapun akan dinilai berdasarkan pilihan yang kita buat dan akan dihargai sesuai dengan pilihan yang kita buat. 


Misal saja seseorang yang memilih untuk memetik dan memainkan gitar di pinggir jalan, lalu meminta-minta kepada setiap pengguna jalan maka ia dinamakan dengan pengamen dan akan dihargai sesuai namanya yaitu antara Rp 1000-5000. Beda halnya dengan seseorang yang memilih untuk memainkan gitar diatas panggung dan dimarketingkan secara profesional, tentu hasilnya akan jauh dibanding seorang pengamen yang tadi secara akumulatif.


Hal ini pun berlaku ketika kita melihat seseorang bisa membaca Qur'an dengan mahir dan baik, itu juga mencerminkan atas usahanya yang keras dalam belajar Al Qur'an di masa lalu. 


Berdasarkan prinsip ini, tidak ada manusia yang layak untuk dianggap "wah" dan seolah "mengawang-awang", tak mungkin bisa dikejar. 

Padahal dikatakan bahwa "Ketahuilah, sesungguhnya bila kalian bersabar atas kesusahan yang sebentar saja, maka kalian akan menikmati kesenangan yang panjang" (Thariq bin Ziyad 711 M)


Maka, sekali lagi janganlah kita hanya memandang sesuatu berdasarkan hasil saja tanpa mencoba memikirkan proses-proses pilihan apa saja yang telah dijalani untuk mencapai kondisi akhir tersebut. Selalu meletakkan sisi optimis dalam diri tentu menjadi benteng bagi kita untuk terus memacu diri dan memperbaiki diri.


Sekali lagi, Hidup adalah pilihan. Apa yang kita lihat pada diri kita hari ini dan apa yang ada pada orang lain adalah hasil dari pilihan yang kita dan mereka buat


Rasulullah Muhammad saw adalah manusia yang sudah pasti masuk ke surga Allah, dan Rasulullah memasuki surga Allah karena pilihan-pilihan yang beliau buat semasa hidupnya. Dengan kata lain, apabila kita mengikuti setiap pilihan yang dibuat Rasulullah, maka dapat dipastikan pula kita akan memasuki surga. 


"Engkau akan bersama dengan orang yang Engkau cintai" (HR Bukhari)


Rasulullah saw memilih untuk memperjuangkan dakwah Islam dengan taruhan nyawa dan habisnya seluruh hartanya. Beliau mencontohkan kepada kita bahwa beliau memilih untuk mendapatkan resiko dakwah yang menjadi pilihan hidupnya, berupa lemparan batu, cekikan, pukulan, hinaan, bahkan percobaan pembunuhan daripada harus bergabung dengan kaum Quraisy jahiliyah. 


"Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya... " (QS Yunus [10]: 26)


Maka, seorang mukmin yang menginginkan surga Allah di akhirat kelak tentu akan selalu menyesuaikan setiap perbuatan dan pilihannya di dunia agar selaras dengan perintah dan larangan Allah SWT. Dengan penuh kesadaran meletakkan semua pilihan yang ia buat untuk mendekatkan diri pada Allah. 


Sekali lagi, hidup adalah pilihan dan kita bebas untuk memilih. Tidak ada seorangpun yang bisa memaksa untuk memilihkan jalan hidup kita. Kalaupun ada orang lain yang mencoba menentukan pilihan bagi kita, kita masih memiliki pilihan. Apakah mau menuruti pilihan tersebut atau tidak sama sekali. 


With Great Choice Comes Great Investment, Consequences, & Risk 

Semakin besar pilihan seseorang, maka semakin besar pula pengorbanan yang harus dia berikan, semakin besar pula investasi, konsekuensi, dan risikonya. 

Investasi adalah sesuatu yang kita keluarkan dan lakukan untuk memulai suatu pilihan. Konsekuensi yang dimaksud adalah sesuatu yang akan datang setelah menentukan pilihan. Apabila kita taat kepada Allah, risikonya kita akan masuk syurga-Nya dan sebaliknya jika tidak menaati-Nya, risikonya akan masuk neraka-Nya. 


Lebih spesifik lagi tentang investasi dapat dibagi menjadi dua, yakni material investment dan spiritual investment. 


Allah SWT berfirman bahwa " (10) Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (11) (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya, "(QS Ash Shaff: 10-11)


Maka, Allah menunjukkan bahwa risiko masuk kedalam syurga-Nya mempunyai konsekuensi salah satunya berjihad di jalan-Nya. Dan investasinya terdiri dari dua hal saja yaitu investasi material (al-amwaal) dan investasi spiritual (al-anfus). 


Seorang Muslim yang menentukan bahwa pilihannya adalah masuk syurga Allah, tentu akan selalu menginvestasikan waktu, tenaga, harta, diri, keluarga, bahkan nyawanya di jalan Allah. Dia pun akan menjalani konsekuensinya dengan penuh kesadaran, ketaatan, dan keiklasan. Dan dia tentu akan menolak setiap bentuk kemaksiatan. Dia akan menolak riba dalam bentuk apapun, menjauhi zina dan khalwat, mencegah dirinya dari suap dan menyuap, serta menghindari menggunjing dan mengghibah saudaranya. 


Hidayah, Pilihan atau Takdir? 

Hidayah berasal dari kata hada-yahdii-hidayatan yang berarti menunjuki, Hidayah sendiri artinya petunjuk


Sama halnya dengan ketika kaum Muslim membahas mengenai takdir, pembahasan mengenai hidayah pun mempunyai masalah yang sama, yaitu dicampuradukkannya antara aktivitas Allah dan aktivitas manusia. Manusia kebanyakan menganggap hidayah adalah suatu hal yang diberikan Allah secara cuma-cuma, dan bahwa hidayah adalah hal yang preogratif Allah semata dan mengabaikan usaha manusia.   


Sebut saja ketika kita menemui beberapa Muslim yang menyatakan "Subhanallah, hafalan dan bacaan Qur'annya fasih sekali, ini contoh orang yang telah mendapatkan hidayah!" atau pertanyaan yang dilontarkan kepada seorang Ustadz "Ustadz tolong ceritakan pengalaman spiritual yang Ustadz alami sampai bisa mendapatkan hidayah dari Allah!"


Pada umumnya kaum Muslim mengaitkan hidayah dengan sesuatu yang tidak terjangkau oleh manusia atau sesuatu yang langsung datang dari Allah dan bersifat mistis hingga menafikan usaha untuk meraih hidayah Allah Allah tersebut. 


"Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya" (Al-Kahfi: 17)


Seolah dari ayat diatas, banyak manusia yang menyimpulkan bahwa hidayah hanya diperoleh ketika Allah ingin memerikannya tanpa memerhatikan usaha yang harus dilakukan untuk memperoleh hidayah Allah. 


Maka, selaku Muslim yang baik seharusnya ikhtiar pun harus tetap dilakukan untuk memperoleh ridho-Nya Allah. Hidayah tidaklah sebatas ketika ingin berhijrah dari satu agama ke agama yang Islam, tapi sangat luas. Dan ketika suatu saat kita merasa mendapatkan hidayah itu dari Allah, ambil dan laksanakanlah segera dengan penuh keyakinan pada Allah. 


Hidayah Telah Turun

“Dan kami telah turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri” (QS. An-Nahl:89)


Al-Qur'an adalah petunjuk (Al-Huda), yang memuat alamat petunjuk-petunjuk menuju surga-Nya. Al-Qur'an adalah kitab yang berisi guidance bagi hidup manusia dari awal sampai akhir hayat, dari urusan yang paling kecil sampai dengan masa kapanpun. Artinya, ketika seseorang selalu mengikuti petunjuk-petunjuk Al Qur'an dalam menjalani kehidupannya maka dia pasti akan menemui surga-Nya. 


Walaupun Al-Qur'an telah diyakini kebenarannya oleh seorang Muslim, namun tetap saja sebagian besar yang membacanya tetap akan merasakan kontraindikasi petunjuk seperti ragu, bimbang, pusing, dan sebagainya. Banyak yang akhirnya terjebak menjadikan Al-Qur'an justru sebagai tujuan, bukan sebagai petunjuk. 


Misalnya saja, sekelompok kaum Muslim sering kali lebih mementingkan dan mengagung-agungkan pembacaan Al Qur'an dan cara membaca serta bagusnya suara pembacaan Al-Qur'an saja, lalu berhenti sampai disana. Mereka lupa bahwa Al Qur'an adalah petunjuk, membacanya adalah Sunnah, sedangkan mengamalkannya adalah kewajiban. 


Namun, yang sekarang banyak difokuskan justru bukan pada pengamalannya maka wajar kalau umumnya kaum Muslim tidak pernah mencapai tujuan hidupnya karena petunjuk yang diberikan Allah hanya dijadikan sebagai hafalan dan bacaan tanpa pengamalan. 


Atas dasar inilah, maka kita bisa mengatakan bahwa hidayah Allah sebenarnya telah turun ke tengah-tengah manusia, yaitu dalam bentuk Al Qur'an dan as-sunnah sehingga tidak relevant apabila seseorang mengatakan "Saya belum mendapatkan Hidayah!!". Mungkin lebih tepatnya, adalah " Saya belum mau meraih Hidayah!" 


Antara Petunjuk dan Kesesatan

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan Barangsiapa yang yang disesatkan oleh Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi.” (QS. Al A'raf:178)


Melalui ayat diatas, seringkali sebagian besar kaum Muslim mengambil pemahaman bahwa hidayah dan kesesatan adalah pemberian Allah semata. Akhirnya, menafikan secara total peran mereka dalam pahala dan maksiat, lalu menjadikan Allah sebagai kambing hitam atas kesesatan dan kemaksiatan yang diperbuat oleh seseorang. Benarkah kesesatan seseorang adalah ketentuan Allah SWT?


Ketika membaca ayat-ayat Al Qur'an, setidaknya ada 3 kelompok besar yang tidak akan Allah berikan petunjuk (hidayah) kepada mereka. Mereka adalah:


1. Orang-orang kafir, yakni kelompok selain Muslim yang terdiri dari golongan ahli kitab dan dari golongan kaum musyrik tepatnya golongan orang-orang yang mengingkari kebenaran yang datang dari Allah dan mengambil sesembahan lain selain Allah. 


dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepada kaum yang kafir(QS. Al-Baqarah:264).


2. Orang-orang yang fasik, yakni orang-orang disebut dalam Al Qur'an sebagai orang-orang yang tidak mengindahkan perjanjian, mengingkari kesepakatan, dan menganggap remeh perintah Allah.


Dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepada kaum yang fasik(QS. Al-Maidah:108)


3. Orang-orang yang zalim, yakni orang-orang yang mendustakan Allah dengan cara memalsukan ayat-ayat Allah, mengganti ayat-ayat Allah dan orang yang mengingkari kebenaran yang datang dari Allah. 


Dan Allah tidak menerima petunjuk kepada kaum yang zalim(QS. Al-Baqarah:258)


Jika kita telisik lebih dalam, ketiga kaum ini sebenarnya mempunyai kesamaan yaitu mereka bertiga sama-sama tidak mau memutuskan perkara dengan sesuatu yang diturunkan oleh Allah. Mereka menolak menggunakan aturan Allah yang sama saja artinya mereka menolak hidayah dari Allah. 


Jika diperhatikan dengan lebih jelas, ayat-ayat diatas memberikan simpulan bahwa Allah tidak akan memberi petunjuk bagi orang-orang karena kekafirannya, kefasikannya, dan kezalimannya bukan sebaliknya. 


Lebih jelasnya lagi, seseorang menjadi kafir, fasik, atau zalim itu bukan karena dia tidak mendapatkan hidayah dari Allah, melainkan itu adalah pilihan mereka sendiri dan sekali lagi, bukan karena takdir. 


Hidayah Dalam Al-Qur'an

Untuk mengkristalisasi pemahaman tentang hidayah, seorang Muslim harus memahami bahwa dalam Al Qur'an, sedikitnya mempunyai tiga makna:


Pertama, Hidayah Al-Khalqi yaitu hidayah yang datang bersama penciptaan manusia, yang dimaksud dalam hidayah ini adalah akal manusia yang memiliki kemampuan untuk berpikir memahami sesuatu, yang dengan akalnya inilah manusia memiliki kebebasan kerkehendak atau kebebasan memilih. 


Bersamaan dengan diberinya hidayah ini, Allah juga memberikan potensi baik dan buruk pada manusia sebagai konsekuensi kebebasan berkehendak atau kebebasan memilih tersebut. 


Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (QS. As-Syams: 8)


Kedua, Hidayah Al-Irsyad wa al-Bayan yaitu hidayah yang diturunkan Allah dengan diturunkannya Al Qur'an dan diutusnya Rasulullah saw kepada umat manusia. Hal ini berfungsi sebagai guidance atau tuntunan bagi manusia dalam melaksanakan tugasnya didunia sebagai wakil Allah. 


Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk (Al-Qur'an) dan agama yang benar agar Dia menenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang-orang musyrik benci (QS. Ash-Shaff:9)


Sebutan Al Qur'an sendiri adalah Al-huda atau Al-Furqon, yang artinya petunjuk manusia atau pembeda antara yang benar dan yang salah. Allah SWT telah menetapkan bahwa diturunkannya kitab-kitab  Allah dan diutus-Nya para Rasulallah wa Nabiyullah akan menjadi tanda-tanda keberadaan Allah dan kebenaran Islam bagi kaum yang berfikir. 


Ketiga, Hidayah At-taufiq yaitu persetujuan atau kemudahan yang datang dari Allah ketika seseorang menjalankan aktivitas menaati-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Ketika seorang hamba melaksanakan ketaatan pada Allah dengan maksimal maka Allah pun akan memberikan taufiq kepadanya agar menjalankan ketaan dengan lebih mudah. 


Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman (QS. Al-An'am: 125)


The Way to Belief

How often have I said to you that when you have eliminated the impossible, whatever remains, however improbable, must be the truth! 

Sherlock Holmes-The Signs of Four


Akidah adalah pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia dan kehidupan serta apapun yang ada sebelumnya dan sesudahnya. Diyakini dan diterima 100% dengan akal dan hati dan berdasarkan argument yang kuat.


Bagi sebagian besar kaum Muslim, Islam adalah ajaran agama yang paling sempurna dan paripurna. Hal ini menjadi suatu kebanggaan bagi Muslim manapun karena ketika Allah menjamin agama ini dalam Al-Qur'an. 


Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhoi Islam itu jadi agama bagimu(QS. Al-Maidah:3)


Kaum Muslim juga selalu membanggakan bahwa Islam adalah agama yang membawa rahmat bagi seluruh Alam, rahmatan lil 'alamin. 


Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam(QS. Al-Anbiyya:107)


Dalam ayat-ayat tadi, Allah SWT memberikan suatu kabar gembira bagi setiap Muslim tentang Islam, bahwa Islam adalah agama yang sangat istimewa, dan bagi siapapun yang mengambil Islam akan menjadi ummat terbaik yang akan menyebarkan rahmat bagi sekalian alam. 


Akan tetapi, Kaum Muslim sekarang?


Faktanya tidak demikian, kaum Muslim sekarang bak seperti kaum yang pesakitan terpuruk di tengah-tengah konstelasi dunia. Di negeri Kita saja, kaum Muslim menjadi mayoritas yang terminorkan dalam segala segi, baik secara ekonomi, politik, hukum, budaya, maupun pendidikan dan kesehatan. 


Data-data menjadi bukti keterpurukan ini. Misalnya dalam dunia pendidikan hanya 11% siswa SMU yang melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi (Aptisi 2000). 100 juta atau kurang lebih 50% penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan dengan standar kemiskinan 2 US Dollars per Hari (MI 2006). Dan masih banyak data lainnya yang menjelaskan bagaimana jatuh dan terpuruknya bangsa ini sekaligus jatuh dan terpuruknya ummat Islam di negeri ini. 


Ada dua kemungkinan untuk menjelaskan fenomena tersebut. Pertama Allah yang salah krena Dia-lah yang telah menjamin kesempurnaan Islam dan menjamin bahwa Rasulullah saw akan membawa rahmat bagi seluruh Alam padahal kenyataannya tidak demikian. Kedua, kaum Muslim yang salah karena mereka tidak melakukan yang maksimal seperti yang diperintahkan Allah SWT sehingga keadaan yang diberitakan Allah tidak terbukti pada mereka. 


Kemungkinan pertama, jelas adalah suatu hal yang tidak mungkin karena Allah adalah Dzat Yang Maha, Dia tidak pernah salah dan tak akan pernah salah. Maka hanya tersisa kemungkinan kedua, bahwa manusia-lah yang salah. 


Untuk Apa Manusia Hidup?

Semua hal pasti memiliki alasan baginya untuk ada, buku ditulis agar dapat menyimpan informasi dan menyediakan informasi bagi yang membutuhkannya, Komputer dibuat untuk mempermudah aktivitas manusia dalam pengelolaan data. Bahkan sesederhana kursi, dibuat untuk diduduki. Maka, sama halnya seperti manusia, dia pasti memiliki alasan untuk ada


Manusia yang juga merupakan ciptaan Tuhan Pencipta pasti memiliki alasan mengapa untuk diciptakan. Sama seperti permisalan di atas, alasan bagi manusia untuk hidup di dunia ini haruslah berasal dari penciptanya, manual instructions yang berasal dari Penciptanya. Dari manual instructions inilah manusia akan mengetahui fungsi-fungsi kehidupan di dunia, fitur-fiturnya, bagaimana cara mengoperasikan dan menyelesaikan masalah yang mungkin timbul. 


Problemnya, manual instructions ini harus dapat dipastikan bahwa dia adalah manual instructions yang benar karena apabila salah maka dia tidak dapat memberikan penjelasan pada manusia tentang alasan adanya manusia di dunia. 


Kebenaran manual instructions dapat ditentukan dari segel yang diberikan oleh penciptanua dalam manual tersebut. Produk yang dibuat oleh pabrik A akan mendapatkan segel dari pabrik A. Produk B akan mendapatkan segel dari pabrik B, dan begitu seterusnya. Sama seperti manusia, yang tentu pasti juga mempunyai manual instructions yang bersegel dari penciptanya untuk menjamin kebenaran alasan untuk apa hidupnya. 


Apabila seluruh manusia menggunakan akalnya dengan baik untuk berpikir secara menyeluruh maka sesungguhnya mereka akan mendapatkan satu dan hanya satu kebenaran yang memenuhi seluruh persyaratan tentang Tuhan Sang Pencipta dan Kitab Suci yang merupakan manual instructions bagi manusia. 


Kebenaran itu adalah Islam. Islam adalah satu-satunya agama yang dapat diperoleh dengan jalan rasional argumentatif. Berbeda dengan agama lain yang hanya berlandaskan pada perasaan yang cenderung relatif serta menambah-nambah dan mengada-ada. Islam justru berlandaskan pokok-pokok keimanannya pada proses berpikir yang meniscayakan akal.


Qur'an: Definite Manual Instructions

Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan didalamnya, petunjuk bagi orang yang bertakwa (QS. Al- Baqarah: 2)


"Kata pengantar" yang sangat istimewa dan menunjukkan kebesaran penciptanya pada awal kitab, memberitahu manusia bahwa kitab itu sempurna dan tidak ada kesalahan padanya. Menegaskan kepada seluruh manusia bahwa kitab ini bukanlah kitab sembarangan, dan bukanlah kitab yang dibuat oleh manusia karena manusia yang tidak sempurna tidak mungkin membuat sesuai yang sempurna.


Muncul pertanyaan dalam benak kita, kenapa Al-Qur'an berani mengklaim dirinya sebagai suatu kitab yang tidak ada keraguan padanya? Hal ini dijawab dalam Al-Qur'an kembali, dalam ayat yang berbeda pada surah yang sama: 


Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surah (saja) yang semisal dengan Al-Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar (QS. Al-Baqarah: 23) 


Logikanya sangat adil, bila ada seorang manusia yang bisa mendatangkan satu surah saja yang semisal, maka itu membuktikan bahwa Al-Qur'an salah dan tidak perlu baginya untuk mengambil sebagai petunjuk. Sebuah tantangan membuat satu surah semacam Al-Qur'an ini merupakan sebuah tantangan yang menunjukkan kebesaran dan ke-Maha-an dari-Nya. 


Oleh karena itu, ayat ini dan ayat yang semisalnya dalam Al-Qur'an sejatinya adalah sebuah segel yang datang dari Tuhan Pencipta manusia untuk membuktikan bahwa inilah kitab yang layak menjadi manual instructions bagi manusia yang mau menggunakan akalnya. 


Pilihan pada manusia berakal hanya ada dua; apakah dia bisa mengadakan yang semacam Al-Qur'an atau dia mengambil Al-Qur'an sebagai jalan hidupnya. Dengan kata lain, Islam adalah satu-satunya pilihan bagi manusia yang menggunakan akalnya. Inilah manual instructions bagi manusia, inilah buku petunjuk satu-satunya yang dapat dibuktikan secara rasional.


Good or Bad, Right or Wrong?

Banyak cara yang dapat dilakukan manusia untuk memuaskan dan memenuhi needs dan wants-nya


Manusia yang juga merupakan ciptaan Tuhan Pencipta pasti memiliki alasan mengapa untuk diciptakan. Dalam memenuhi keinginan naluri untuk melestarikan keturunannya, manusia tentu dapat memilih caranya masing-masing, apakah melalui perbuatan zina atau dengan menikah terlebih dahulu. 


Sama halnya dengan memenuhi kebutuhannya, manusia pun dapat memilih untuk bekerja atau dengan mencuri dan sebagainya. Sesuatu pada umumnya dikatakan baik jika perbuatan tersebut tidak mengganggu orang lain dan memberikan manfaat bagi sekitarnya. Akhirnya, standar baik dan buruk menjadi rancu dan relatif bergantung pada tempat dan budaya tertentu. 


Maka, "di mana bumi berpijak di situ langit dijunjung" atau "Lain pedang lain belalang" menjadi pepatah yang sangat pantas untuk menggambarkan makna dan standar baik dan buruk tersebut


Sepanjang sejarah manusia, terbukti bahwa mereka sangat subjektif dalam memandang baik dan buruk. Sesuatu yang baik pada hari ini bisa saja menjadi dikatakan buruk pada masa yang akan datang, dan sebaliknya sesuatu yang dikatakan buruk pada masa sekarang bisa saja menjadi dikatakan baik pada masa yang akan datang. 


Subjektivitas manusia lahir karena manusia sebenarnya tidak pernah mengetahui hakikat suatu perbuatan atau hakikat suatu kejadian, lebih tepatnya manusia hanya mengira-ngira hal yang dia lakukan baik atau buruk. 


Contoh yang paling mudah dilihat adalah pada cara berpakaian wanita. Pada masa lalu, wanita sangat merasa tidak nyaman bila terlihat pakaian dalamnya (terbuka, transparan, dan sejenisnya), tapi sekarang itu menjadi seolah-olah menjadi bagian daripada mode. 


Dahulu, pakaian terbuka adalah suatu aib bagi wanita, tapi sekarang semuanya terlihat seolah sah-sah saja. Begitupun dengan seseorang yang mahir membaca Al-Qur'an dan faqih ilmu agama yang sangat dihormati, namun kebanyakan kini orang merasa malu ketika anaknya menjadi seorang "Ustadz" seolah itu adalah pekerjaan dan kegiatan yang prestigious. 


Peraturan adalah sesuatu yang harus ada dalam mengatur masyarakat agar dapat melangsungkan aktivitas hidupnya dengan baik. Peraturan ini jelas bukan berasal dari manusia karena keterbatasannya dalam menilai suatu perbuatan maka diperlukan solusi lain untuk menjadi standar baik atau buruknya suatu hal. 


………………………..



Komentar

Postingan Populer