Ma'rifatullah

Assalammu'alaikum man teman

Gue mau sharing lagi, ini gue ambil dari grub literasi. Gue tulis disini biar nanti bisa dibaca lagi heheheh siapa tau temen temen mau baca


Prof. Dr. Hamka [2016]

1001 Soal Kehidupan: Pustaka Gema Insani.

 

Di manakah kita akan mendapatkan keyakinan tentang adanya Allah?

Untuk mendapatkan keyakinan tentang adanya Allah, bukanlah di mana-mana, tetapi dalam diri kita sendiri. Karena kita diberi akal dan pikiran oleh Allah. Apabila kita memandang alam dengan panca indra kita yang lahir ini, disambutlah hasil pandangan panca indra itu oleh perasaan halus kita, lalu akal pikiran kita mulai bertanya, menimbang, merenung. Salah satu hasil renungan itu adalah bahwa "mustahil ada alam yang sangat teratur ini kalau tidak ada yang mengaturnya."


Oleh karena itu, bertambah dalam pengetahuan kita tentang alam dengan serba-serbi keindahan peraturannya, bertambahlah kita yakin bahwa pasti ada yang mengaturnya. Setelah itu, niscaya yang mengatur itu mempunyai segala sifat-sifat kesempurnaan, sehingga Dia tetap mengatasi segala apa yang Dia jadikan. Oleh karena itu, kian lama kita mengkaji alam itu, kian yakinlah kita akan adanya Allah.


Ada sebagian orang yang belum merasakan yakin tentang adanya Allah karena Allah tidak dapat "ditangkap nya" dengan pancaindra. Orang itu belum menyadari bahwasanya pancaindra itu tidaklah berkuasa memutuskan apa-apa, sebelum dipertimbangkan oleh pikiran. Karena kadang-kadang mata itu sendiri tidaklah betul penglihatannya. Oleh karena itu, pikiran juga lah akhirnya Ia memutuskan.

_______________________________________

Apakah beragama terlebih dahulu kemudian baru percaya tentang adanya Allah, atau percaya lebih dahulu kepada Allah kemudian baru beragama?

Menurut ajaran agama Islam, manusia itu lahir ke dunia dalam fitrah, yaitu suci murni. Oleh karena itu, pada pokok yang pertama, manusia itu percaya kepada Allah. Demikian pula anak yang dilahirkan oleh keluarga orang tua yang beragama Islam, Ia sendiri terhitung sebagai orang Islam pula, meskipun ia belum tahu siapa Tuhannya. Orang beragama lebih dahulu, kemudian Ia belajar hakikat agama yang dipeluknya, sampai Ia kenal dan percaya benar siapa Tuhannya. Oleh sebab itu, tidaklah perlu seseorang lebih dahulu tidak beragama (kafir), baru setelah itu kafir ia mencari-cari Tuhan.


Coba perhatikan sendiri bertambah banyak pada zaman ini anak-anak muda laki-laki dan perempuan dari keluarga Islam. Mereka tidak dikatakan "tidak beragama" meskipun mereka belum mengetahui siapa Tuhannya. Buktinya, kalau mereka meninggal diurus juga mayatnya secara Islam dan mereka dinikahkan dihadapan qadhi (penghulu) secara Islam.


Demikian luas dada Islam menerima umatnya, walaupun umat itu pada hakikatnya belum mengetahui siapa Tuhannya, belum mengerti hakikat agamanya, belumlah iya dihitung kafir, karena ia sudah dilahirkan dari keluarga Islam. Ia baru dikatakan kafir pada saat ia meresmikan tidak percaya kepada Tuhan, atau pun tidak beragama. oleh sebab itu, dapatlah kita simpulkan bahwa seorang dari keluarga Islam, telah beragama lebih dahulu baru Ia mempelajari siapa Tuhannya.


Akan tetapi, hal ini belum tentu berlaku bagi anak-anak yang dahulunya dalam keluarga Islam, memakai nama-nama islam, tetapi telah memeluk paham komunis. Sebab dalam ajaran komunis, tidak disebut komunis kalau ia masih percaya adanya Tuhan. Lantaran itu, besar kemungkinan bahwa anak-anak orang yang telah masuk komunis -meskipun dahulunya keluarga Islam- memang telah kafir lebih dahulu sebelum ia menerima Islam.


Wallahu a'lam bishawab

Makasih teman teman udah mampir. Semoga bermanfaat. Wassalamu'alaikum


Komentar

Postingan Populer